SIBERUT-Musim kemarau yang melanda daerah Pulau Siberut seudah lebih dua bulan tidak hanya berdampak susahnya mencari air bersih, namun berdampak pengusaha sagu yang ada di Dusun Puro, Desa Muara Siberut, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai.
“Sejak musim kemarau ini kami sebagai pengusaha sagu tidak hanya terkendala sumber air bersih. Air untuk mengaduk sagu sudah kering sehingga jumlah tual sagu yang kami olah sangat sedikit, untuk menyesuaikan air kami mengolah sedikitnya 10 tual saja sebelumnya kami bisa mengolah 20 tual dalam sehari,” kata Antonius, pengolah sagu di Puro kepada Mentawaikita.com Jumat (27/10/2023).
Kata Anton, air yang digunakan untuk mengolah sagu dari air kolam yang digali dengan menggunakan saringan agar airnya tidak kotor dan bersih. Dengan kondisi air sudah kering, membuat mereka menambah kedalaman kolam air agar air bertambah banyak.
Batang sagu yang dibiarkan membusuk.
“Musim kemarau ini kami sedikit rugi karena airnya mulai kering seharusnya bisa mengolah 20 tual sehari namun ini hanya 10 tual saja menyesuaikan air. Jika air sudah habis kami berhenti mengolah sagu sampai air tertampung lagi esok hari. Jika air lancar pekerjaan kami tidak terbatas berapa banyak tual sagu akan diolah, yang jelas minyak solar, dan upah pekerja tertutupi dan tidak merugi seperti kondisi musim kering saat ini,” ujarnya.
Kata Anton, kalau 10 tual hasil sagu yang didapat ada 11 karung dengan harga Rp50 ribu per karungnya. “Karena musim kemarau tidak menentu hasil yang dapatkan Rp 500 ribu, kalau air banyak kami bisa mendapat 1 juta dalam sekali olah, jadi sangat jauh,” ujarnya.
Hasil itu belum masuk upah, dan minyak, semenjak musim kemarau pengusaha tepung sagu ini merugi. “Kalau air habis kami berhenti,” katanya.
Tempat mengelola sagu.
Ada lima pengelola sagu di Puro yang memakai mesin, semuanya mengalami kerugian karena mengalami masalah yang sama. Ada juga tual sagu yang terendam di sungai membusuk karena air sudah bercampur dengan air laut. ‘’Mau mengolah sagu air tidak ada maka tual sagu yang di sungai dibiarkan membusuk dan ini sangat merugikan kami, padahal pelanggan terus mencari sagu,” kata Antonius
Tidak ada alternative lain untuk mencari air selain sumbernya dari air galian dan juga dari (PAM). “Kalau sudah kering kita tidak mungkin menggunakan air sungai yang sudah bercampur air laut,” terangnya.
Konsumen sagu Vincensius mengatakan, sagu di sekitar Muara Siberut sudah tidak ada lagi yang jual. Sudah seminggu dia mencari sagu namun tidak ada lagi ketemu. Padahal biasanya dia membeli sagu di sekitar Puro namun sekarang tidak ada lagi.
“Sagu sudah menjadi makanan pokok bagi kami walaupun ada beras, namun kondisi saat ini beras sangat mahal namun kita tidak sulit mendapat sagu ada sebagai pengganti beras, namun kondisi kemarau ini membuat pengolah sagu tidak bisa bekerja, terpaksa kami mencari sagu di sekitar Sarereiket Desa Madobag,” kata Vincensius.